PESAWARAN – Aliansi Masyarakat Pesawaran (AMP) “membongkar” penyebab terjadinya defisit anggaran di Kabupaten Pesawaran, yang mengakibatkan hak aparatur Desa hingga para ASN tak terbayar.
Penyebabnya adalah salah satunya lantaran besarnya hutang pemerintah kepada PT BJB (Bank Jabar, red) sebesar Rp80 miliar yang secara otomatis semakin membebani keuangan Pemkab.
Akibat hutang yang bunganya hingga 9,20 persen ini, roda pemerintahan jadi kembang kempis, seperti terkena penyakit kronis yang lumayan sulit untuk diobati. Bahkan ada kesan pinjaman yang dilakukan Pemkab ini dipaksakan demi keuntungan pribadi bupati, lantaran uang hasil ngutang tersebut diperuntukkan untuk kegiatan fisik.
“Ya kita tahulah kalau ada kegiatan fisik disitu ada madu yang wajib diberikan oleh pihak rekanan, jadi wajar jika pinjaman itu ada kesan dipaksakan,” kata Ketua AMP, Safrudin Tanjung di kantornya, Jumat (20/9/2024).
Padahal menurut taksiran penilaian dari Lembaga PT SMI kemampuan bayar Pemkab Pesawaran, menurut Tanjung tidak boleh lebih dari Rp40 miliar. Akan tetapi pada perjalanannya, Pemkab malah memaksakan diri dengan melakukan pinjaman senilai Rp80 miliar dengan BJB, meskipun diancam dengan bunga tinggi hampir 10 persen dan harus lunas di tahun 2024.
“Semestinya pinjaman uang senilai itu digunakan untuk menutup hutang, tapi malah dipecah dijadikan sejumlah proyek kegiatan fisik, yang berujung tidak jelas juga penyelesaiannya. Sedangkan untuk menutup bunga pinjaman yang terus mengejar, Pemkab sudah kalang kabut,” bebernya.
Diutarakan Tanjung, sudah bukan rahasia umum lagi, terhadap munculnya keresahan yang dirasakan para pejabat eselon Pemkab setempat, yang merasa galau akibat diterapkannya sejumlah pemangkasan terhadap Tukin yang harus diterima sebagai haknya, yang juga ditengarai ikut tersumbat.
“Nah, kondisi miris seperti itu, saya pastikan tidak mungkin terjadi, kalau Pemkab dalam melakukan tata kelola keuangannya dilakukan secara benar, transparan dan sesuai aturan, bukan sebaliknya,” ucap Tanjung.
Malah yang terlihat lanjut Tanjung, yang dilakukan pemerintah, saat ini justru malah mendahulukan program kegiatan-kegiatan yang dinilai belum penting, itu malah dahulukan dari pada program yang memang harus disegerakan, terlebih yang menyangkut kepentingan hajat hidup masyarakat.
“Contoh kegiatan yang tidak urgent dan mendesak, seperti program perjalanan religi dan kunjungan yang lakukan bupati membawa rombongan, dengan dalih ingin memperkenalkan mempromosikan UMKM dan menggalang investasi, dengan bersafari ke luar negeri seperti ke Amerika dan Rusia. Sekarang bisa nggak dijelaskan, apa penting dan hasil yang bisa dirasakan langsung masyarakat dari perjalanan tersebut, atau investasi mana yang sudah memberikan hasil dari kunjungan ke luar negeri, yang lebih tepat disebut hanya pelesiran saja, yang telah menghabiskan anggaran tidak sedikit itu,” sesalnya. (**).