PESAWARAN – Polemik rencana pemanfaatan fasilitas dan lahan sekolah untuk Program Koperasi Merah Putih (Kopdes) terus berlanjut.
Setelah sebelumnya menolak keras penggunaan lahan sekolah untuk kegiatan koperasi tersebut, Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Pesawaran, M. Nasir, kembali menyampaikan kritik tajam terkait kejelasan status kelembagaan Kopdes Merah Putih.
Nasir menegaskan bahwa sebelum pemerintah daerah berbicara lebih jauh mengenai pemanfaatan aset maupun pengembangan program koperasi, hal paling mendasar yang harus dipastikan adalah status kepemilikan dan dasar hukum Kopdes Merah Putih.
“Materi kedua yang harus kita kritisi: Kopdes Merah Putih itu milik siapa? Milik desa, pemda, negara, atau milik anggota koperasi itu sendiri?” ujar Nasir.
Ia meminta Dinas Koperasi dan UMKM Pesawaran untuk membuka secara transparan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) koperasi tersebut. Tanpa kejelasan AD/ART, lanjutnya, masyarakat dan pemerintah daerah tidak dapat menilai apakah program itu sudah sesuai regulasi atau justru berpotensi menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
“Kita minta penjelasan dari Kadis Koperasi. Kopdes itu seperti apa AD/ART-nya. Jangan sampai ada program besar, tetapi dasar hukumnya tidak jelas,” tegasnya.
Selain soal kelembagaan, Nasir juga menyoroti pengelolaan dan pengalihan aset yang diduga berkaitan dengan program koperasi tersebut. Ia mengingatkan bahwa setiap aset, terutama yang berhubungan dengan pemerintah daerah, harus dikelola sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Pengalihan aset itu harus sesuai aturan, apalagi jika menyangkut aset pemda,” tambahnya.
Nasir turut menegaskan bahwa pembangunan fisik yang bersumber dari APBN maupun APBD wajib dilakukan di atas lahan yang memiliki kejelasan status kepemilikan serta peruntukan.
“Pembangunan fisik dari APBN atau APBD harus berada di lahan yang jelas statusnya,” katanya.
Sebelumnya, Nasir telah menyatakan penolakan terhadap rencana pemanfaatan lahan sekolah untuk kegiatan Koperasi Merah Putih. Ia menilai penggunaan fasilitas pendidikan untuk kegiatan koperasi berpotensi mengganggu proses belajar-mengajar serta memicu polemik di tengah masyarakat. (Wan).












